PENDIDIKAN BERKARAKTER
Sekarang dunia pendidikan kita
sedang heboh dengan slogan Pendidikan berkarakter. Saya sendiri telah
mendengar dan sempat membaca beberapa blog pendidik yang membahas pendidikan
berkarakter di Indonesia. Menakjubkan sebenarnya, karena ide pendidikan
berkarakter sudah ada sejak lama sekali, sedangkan Indonesia baru terbelalak
matanya diseputaran tahun 2007 [rujukan]. Dan di tahun 2010/2011, meski sangat
terlambat, Kementerian Pendidikan Nasional kembali menggiatkan wacana
pendidikan berkarakter untuk menuntaskan peliknya masalah pendidikan di
Indonesia.
Seakan gagap dan terlena, ketika Pendidikan
berbasis berkarakter disisipkan ke kurikulum dan silabus, sebagian
pendidik kita kelabakan untuk menentukan pengertian karakter itu sendiri.
Kegamangan guru-guru dalam menerapkan materi pelajaran yang disisipi pembentukan
karakter siswa-siswi didiknya merupakan potret nyata bahwa selama ini pendidikan
di Indonesia hanya pandai mencerdaskan otak, namun gagal dalam membentuk siswa
yang berkarakter.
Fenomena yang menarik adalah ketika dunia
pendidikan asyik menciptakan siswa-siswi cerdas dengan memberikan beban
pelajaran super berat dan banyak, padahal dengan beban pelajaran yang tinggi,
energi guru dan siswa terbuang percuma karena mereka sadar hanya 5 – 10 % siswa
saja yang mampu mengikuti pelajaran dengan baik.
Hal ini tentu menjadi bumerang bagi dunia
pendidikan Indonesia karena jelas-jelas mengabaikan 90% siswa dengan
kemampuan dibawah rata-rata dan dianggap tidak memiliki nilai akademis
tinggi. Bahwa dikatakan bumerang karena siswa dengan nilai akademis rendah dan
sedang menempati porsi terbesar di negara Indonesia, maka yang terjadi adalah pendidikan
Indonesia menciptakan jurang dikotomi terhadap hak-hak pendidikan yang layak
bagi 90% komunitas ini.
Kebalikan dari negara Jepang, pendidikan
di Indonesia justru menyiapkan seluruh siswa-siswi kita menjadi ahli pemikir
dan ilmuwan. Sedangkan di Jepang, mereka sadar bahwa tidak semua siswa itu
cerdas dan memiliki potensi yang sama. Kecerdasan bukan hanya potensi akademik,
tapi ada beraneka ragam dimensi kecerdasan yang sifatnya konkrit, seperti
ketrampilan, seni, olahraga dan kegiatan non akademik lainnya.
Kenyataan bahwa hanya ada 5-10%
manusia cerdas ditiap negara
membuat Jepang mempersiapkan pendidikan berkarakter untuk membentuk 90%
siswa-siswinya yang merupakan penduduk mayoritas. Walhasil, negara Jepang
kini menjadi negara maju dan disiplin bukan karena kecerdasan semata, tetapi
karakter kuat dari penduduk mayoritas yang telah digembleng dalam masa
pendidikan. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Mengaca dari Program Pendidikan
dari masa Orde Lama hingga sekarang, belum ada tanda-tanda perubahan berarti
dari Pemerintah dalam mempersiapkan siswa-siswi kita menjadi manusia
berkarakter kuat. Contoh konkrit salah satunya masih digunakan Ujian
Nasional sebagai tolak ukur penilaian hasil belajar. Yang menjadi pertanyaan,
karakter apa saja yang cocok untuk ditanamkan pada siswa-siswi kita?
Menurut UU no 20 tahun 2003 pasal
3 menyebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan
berkarakter, diantaranya adalah:
- Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya
- Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian
- Kejujuran /amanah dan kearifan
- Hormat dan santun
- Dermawan, suka menolong dan gotong royong/ kerjasama
- Percaya diri, kreatif dan bekerja keras
- Kepemimpinan dan keadilan
- Baik dan rendah hati
- Toleransi kedamaian dan kesatuan
Nah, ke-9 karakter itulah yang dapat
Bapak dan Ibu guru sisipkan dalam tiap pembelajaran dikelas. Semoga menjadi
pencerah dalam menciptakan siswa-siswa berkarakter kuat dan amanah.